perempuan berkumpul untuk membahas isu yang aktual pada jamannya

Diawali dengan pengertian struktur sosial. Struktur sosial yaitu seperangkat sistem yang saling tergantung dan membentuk pola pada perilaku individu atau kelompok, institusi, maupun masyarakat. Ada lagi yang memaparkan bahwa struktur sosial adalah pola perilaku dari setiap individu masyarakat yang tersusun sebagai suatu sistem. Masyarakat merupakan suatu sistem sosial budaya terdiri dari sejumlah orang yang berhubungan secara timbal balik melalui budaya tertentu. Setiap individu mempunyai ciri dan kemampuan sendiri, perbedaan ini yang menyebabkan timbulnya perbedaan sosial. Struktur sosial budaya dalam masyarakat membentuk pranata Sosial yang diyakini dan dihidupi oleh masyarakt setempat. Pranata sosial itu sendiri adalah wadah yang memungkinkan masyarakat untuk berinteraksi menurut pola perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku. Horton dan Hunt mengartikan pranata sosial sebagai suatu hubungan sosial yang terorganisir yang memperlihatkan nilai-nilai dan prosedur prosedur yang sama dan yang memenuhi kebutuhan dasar tertentu dalam masyarakat. Pranata sosial lebih mengarah pada organisasi sosial tidak formal, karena perilaku berdasarkan norma ini biasanya membentuk pembedaan status sosial bertingkat. Seperti misalkan muncul istilah tokoh masyarakat, sesepuh (yang dituakan) atau ‘orang pintar’ (baca: orang yang mempunyai keahlian khusus). Disisi lain organisasi sosial ada yang mengarah keranah formal. Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri. Alasan berorganisasi Pada prinsipnya manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang membutuhkan satu sala lain. Disisi lain manusia juga berdiri sendiri sebagai makhluk individu yang bebas memilih (selagi masih pada jalurnya). Setiap individu mempunyai hak dasar dan kewajiban yang sama. Organisasi didirikan oleh sekelompok orang tentu memiliki alasan. Pernyataan diatas diperkuat oleh seorang pakar bernama Herbert G. Hicks mengemukakan dua alasan mengapa orang memilih untuk berorganisasi: a. Alasan Sosial (social reason), sebagai “zoon politicon ” artinya mahluk yang hidup secara berkelompok, maka manusia akan merasa penting berorganisasi demi pergaulan maupun memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat kita temui pada organisasi-organisasi yang memiliki sasaran intelektual, atau ekonomi. b. Alasan Materi (material reason), melalui bantuan organisasi manusia dapat melakukan tiga macam hal yang tidak mungkin dilakukannya sendiri yaitu: 1) Dapat memperbesar kemampuannya 2) Dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk mencapai suatu sasaran, melalui bantuan sebuah organisasi. 3) Dapat menarik manfaat dari pengetahuan generasi-generasi sebelumnya yang telah dihimpun.

Dalam kesempatan ini saya akan menulis tentang organisasi perempuan. Kesadaran bersama (collective awareness) ini menjadi modal awal ‘memanusiakan manusia’. “Saya tidak hendak melawan laki-laki, karena laki-laki bukanlah lawan saya. Saya hanyalah satu makhluk yang sepakat untuk menciptakan dunia ini bebas, damai dan bahagia yang harusnya dirasakan oleh semua orang tanpa kecuali (baca: tua-muda, laki-laki-perempuan) dengan berprinsip pada HAM. Perjuangan ini saya lakukan melalui perjuangan Hak Asasi Perempuan (HAP)” Maria S. Bagi saya lebih baik menyalakan lilin kecil daripada mengutuk kegelapan.” Perkembagan organsisasi perempuan dari periode ke periode “Kami tidak meminta untuk diistimewakan atau berusaha merebut kekuasaan tertentu. Yang sebenarnya kami inginkan adalah sederhana, bahwa, mereka mengangkat kaki mereka dari tubuh kami dan membiarkan kami berdiri tegap sama seperti manusia lainnya yang diciptakan Tuhan” (Sarah Grimke, 1837) Sejarah mencatat bahwa perempuan dilibatkan diruang-ruang publik membutuhkan perjuangan panjang dan umurnyapun tidaklah setua manusia dibumi ini.

Organisasi sosial perempuan pertama muncul pada tahun 1912 yaitu Putri Mardika. Disebut sebagai organisasi (formal) perempuan yang pertama, perjuangan yang diangkat terkait dengan : Pendidikan untuk perempuan dan mendorong agar perempuan tampil di depan umum, membuang rasa “takut” dan “mengangkat” perempuan pada kedudukan yang sama seperti laki-laki. Seiring berjalannya waktu terbentuklah organisasi-organisasi perempuan lainnya (wanita Otomo, Aisyah, Putri Indonesia, Wanita Katolik, Wanita Mulyo dan bagian-bagian wanita dalam SI, Jong Islamieten Bond dan Taman Siswa). Perjuangan organisasi perempuan ini mulai saling melengkapi takala kongres perempuan pertama terwujud. Tercatat tanggal 22-25 desember 1928 kongres perempuan pertama ini menghasilakan kesepakatan : 1. Dibentuk badan permufakatan organisasi-organisasi perempuan dengan nama Perserikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI). 2. Kongres ini sekaligus merupakan kongres PPPI yang pertama. 3. PPPI bertujuan untuk menyebarluaskan informasi dan menjadi forum komunikasi antar organisasi perempuan. Banyak tantangan yang dirasakan oleh pencetus acara kongres “orang perempoean sadja kok mengadakan congres, jang hendak diremboeg disitioe itoe apa!” .

Kongres perempuan ini mampu meletakan tonggak “cara padang masyarakat” bahwa beroganisasi adalah hak setiap orang. Lalu bermunculanlah organisasi perempuan lain: Gerwis, Gerwani, Kowani (merupakan organisasi tetap, dengan tujuan penyusunan kekuatan yang berjangkauan luas dan dukungan sepenuhnya pada Republik. PERWARI, Pemuda Puteri Indonesia (PPI) dan sejumlah organisasi Kristen semuanya ikut masuk KOWANI). Pada periode 1966-1990an, organisasi sosial perempuan mengalami kemunduran sebagai organisasi yang berjuang untuk kepentingan bangsa. Pembunuhan karakter organisasi perempuan melalui penghancuran Gerwani yang pada saat itu mendukung PKI. Seterusnya Gerwani sebagai bagian dari PKI juga menjadi alat untuk menciptakan pondasi politik gender yang secara mendasar mendelegitimasi partisipasi perempuan dalam kegiatan-kegiatan politik. Kampanye ini ternyata tidak hanya menghancurkan komunis, tetapi juga menghancurkan gerakan perempuan. Kodrat menjadi kata kunci, khususnya dalam mensubordinasi perempuan. Orba mengkonstruksikan sebuah ideologi gender yang mendasarkan diri pada ibusime, sebuah paham yang melihat kegiatan ekonomi perempuan sebagai bagian dari peranannya sebagai ibu dan partisipasi perempuan dalam politik sebagai tak layak. Politik gender ini termasnifestasikan dalam dokumen-dokumen negara, seperti GBHN, UU Perkawinana No. 1/1974 dan Panca Dharma Wanita. Penghancuran Gerwani sebagai organisasi perempuan menjadi “luka batin” (trauma) dan mampu mengubah cara pikir hingga menjadi sebuah kebiasaan (budaya) masyarakat bahwa urusan perempuan adalah urusan domestik.

Secara tidak langsung hal ini dilanggengkan melalui organisasi perempuan yang dikenal dengan sebutan PKK, meskipun visi organisasi ini sangat mulia. PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) adalah Organisasi sosial yang cukup lama keberadaannya. Visi organisasi PKK adalah “Terwujudnya keluarga yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehat sejahtera, maju-mandiri, kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum dan lingkungan” . Organisasi ini indentik dengan perempuan. Melihat visinya organisasi ini mempunyai cita-cita yang mulia karena tidak melulu memikirkan dirinya sendiri (baca: perempuan). Meski PKK sudah cukup umur dan nyatanya hampir diseluruh penjuru tanah air ada, kenapa masih saja ketidakkesetaraan dan keadilan gender butuh perjuangan keras. Bahkan Sukarnopun pernah berkata “Dan kamu, kaum wanita Indonesia, akhirnya nasibmu adalah di tangan kamu sendiri. Saja memberikan peringatan kepada kaum laki-laki itu untuk memberi kejakinan kepada mereka tentang hargamu dalam perdjuangan, tetapi kamu sendiri harus terdjun mutlak dalam perdjuangan.” (Soekarno dalam Sarinah, 1947: 320). Apa yang salah dengan organisasi sosial ini sehinga implementasi visi PKK terjebak pada hal-hal kerumahtanggaan. PKK identik dengan ‘lomba memasak dan arisan’ (meski hal ini tidak mutlak terjadi dimana-mana). Pemaparan singkat Prof. Dr.Saparinah Sadli dalam buku “berbeda tapi setara” ini bisa memotret pentingnya revitalisasi organisasi perempuan (baca : PKK) untuk keadilan dan kemajuan bersama. Psikologi mengubah persepsi dan perilaku orang. Dari perspektif psikologi, perilaku manusia merupakan interaksi kompleks dari aspek nature (yang ada dalam diri seseorang) dan nurture (apa yang tersedia dan diteruskan oleh orang dilingkungannya).

Oleh karena perkembangan psikologis seseorang berlangusung sejak seseorang dilahirkan, juga dikatakan sejak dilahirkan setiap orang mengembangkan perilakunya didalam suatu jaringan nilai. Sumber nilai bisa berasal dari budaya, tradisi, adat, atau ideologi negara dan undang-undang yang berlaku. Sementara dalam pandangan psikologi humanistik, setiap orang dilahirkan dengan ptensi logos (rasio) dan eros (emosi) harus mempunyai kesempatan untuk mengambangkan rasio dan emosinya secara optimal. Ini prinsip umum tentang perkembangan perilaku manusia. Lepas dari berbagai permasalahan yang timbul akibat dari reformasi, kebebasan organisasi perempuan untuk kembali berjuang ikut menuai hasilnya. Keterlibatan perempuan diruang publik sudah menampakan wajahnya.

—————————————————————————————————————————————

[1] Presentasi Dr.Mahendra Wijaya, M.Si dalam perkuliahan program penyuluhan pembangunan

[1] Dikutip dari http://massofa.wordpress.com/2007/12/14/pert-9/

[1] Peryataan ini dikutip dari http://massofa.wordpress.com/2007/12/14/pert-9/

[1] http://merrysarlita.blogspot.com/2009/11/organisasi-sosial.html

[1] Tercatat dalam prakata Manique Soesman dalam buku “Kongres Perempuan Pertama” tinjauan ulang oleh Susan Blackburn tahun 2007 diterbitakan yayasan Obor Indonesia.

[1] http://tp-pkkpusat.org/index.php?option=com_content&view=article&id=68&Itemid=73

[1] Dikutip dari buku “Berbeda tapi Setara Saparina Sadli, penyunting Imelda Bactiar diterbitkan Buku Kompas, April 2010

Leave a comment