Posts Tagged ‘nilai ekonomi’

perempuan rural "demi sesuap nasi"

Didalam kaidah pemberdayaan masyarakat selalu tidak bisa dilepaskan dengan pembangunan. Atau bisa dikatakan berbicara tentang pemberdayaan masyarakat pasti berbicara tentang pembangunan. Pembangunan adalah upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana, dilaksanakan terus-menerus oleh pemerintah bersama-sama segenap warga masyarakatnya  atau dilaksanakan oleh masyarakat dengan difasilitasi oleh pemerintah, dengan menggunakan teknologi yg terpilih, untuk memenuhi segala kebutuhan atau memecahkan masalah-masalah yang sedang dan akan dihadapi, demi tercapainya perbaikan  mutu-hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat dari suatu bangsa yang merencanakan / dan melaksanakan pembangunan  tersebut [1]. Dari pengertian tersebut dapat ditarik garis lurus didalam pembangunan ada pemberdayaan masyarakat yang didalamnya lagi ada nilai ekonomi yang hendak dicapai (lihat rangkain kata perbaikan mutu-hidup atau kesejahteraan).

Dalam tulisan ini pemberdayaan Masyarakat dikhususkan tentang pemebrdayaan perempuan. Pemberdayaan perempuan tidak bisa lepas dari nilai ekonomi lebih khusus lagi terkait program pemberdayaan ekonomi.  Friedmann, 1992:111 dalam buku “pemberdayaan :konsep, kebijakan dan implementasi” karangan Onny S.Prijono berpendapat  “the one who brings home the bacon also has outority, greater attributions, and greater freedom of action” (akses dan pengendalian atas pendapatan bagi perempuan merupakan hal yang penting karena menyangkut otonominya)

Kenapa tulisan ini ‘hanya sempit’ membahas tentang pemberdayaan perempuan dan ekonomi? Tidak lain dan tidak bukan karena permasalah makro harus diselesaikan secara mikro. Hal itu juga terkait dengan isu MDGs yang sedang dicita-citakan bangsa Indonesia. Mari kita lihat point-point MDGs.

 Millennium Development Goals (MDGs) Target 1990-2015

  1. Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan ekstrim.
  2. Tercapainya pendidikan dasar secara universal.
  3. Dikedepankannya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
  4. Pengurangan kematian anak BALITA.
  5. Perbaikan kesehatan ibu.
  6. Peperangan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya.
  7. Kepastian keberlanjutan lingkungan.
  8. Pengembangan kemitraan global untuk pembangunan.

Dari butir-butir MDGs posisi pemberdayaan perempuan terletak dipoint tiga. Pada tataran implementasi pemberdayaan ini berkaitan langsung dengan pemberantasan kemiskinan yang berarti bisa mengurangi kematian balita dan perbaikan kesehatan ibu. Jangka pangjang dari MDGs ini adalah pembangunan. Seperti apa yang telah diuraikan oleh prof Totok, bahwa pembangunan tidak bisa dilepaskan dengan kesejahteraan. Begitu pula dengan rangkaian pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan ini.

Roem Patipasang dalam film dokumenternya tentang perempuan jawa mampu mengambarkan betapa terpinggirkannya perempuan. Dan semua peminggiran perempuan ini dibalut dalam nilai ekonomi karena terkait dengan kesejahteraan. Kesejahteraan perempuan tidak bisa berdiri sendiri. Seperti tujuan MDGs untuk meningkatkan taraf hidup perempuan, logikanya jika perempuan berdaya maka sisi kodrati perempuan yang berpotensi untuk hamil dan melahirkan akan lebih baik tingkatan taraf hidupnya. Dan itulah salah satu benang merah yang mengkaitkan antara perempuan, kesehatan ibu dan pengurangan kematian balita.

Disatu sisi wacana pemberdayaan ekonomi perempuan banyak masuk melalui program pemberdayaan perempuan yang secara khusus ditujukan untuk meningkatkan independensi perempuan, contohnya program-program kredit seperti Grameen Bank.Pendekatan yang digunakan dalam program-program pemberdayaan ini ditujukan untuk meningkatkan akses dan kontrol perempuan terhadap sumber daya ekonomi ditingkat rumah tangga (ruang domestik) dan di tingkat komunitas (ruang publik). Didalam wacana politik, pendekatan pembangunan berupaya melibatkan suara perempuan di dalam pengambilan keputusan di ruang publik.

Sekarang masuk ke sektor buruh, kita akan mendapati bahwa buruh di sektor formal merupakan kelompok yang paling banyak disentuh oleh wacana pemberdayaan, termasuk pemberdayaan buruh perempuan. Pengorganisasian buruh merupakan salah satu bukti nyata upaya formal pemberdayaan buruh yang bertujuan meningkatkankesejahteraan buruh melalui peningkatan posisi tawar dihadapan pemilik  modal dan pemerintah. Melihat bahwa buruh perempuan di sektor formal merupakan representasi nyata dari fenomena perempuan dan kerja yang seringkali dijadikan acuan untuk membahas masalah-masalah otonomi perempuan dalam pengambilan keputusan.

Konsep pengambilan keputusan dan relasi kekuasaan juga digunakan untuk menjelaskan ketidaksetaraan jender. Hanya saja, relasi kekuasaan di sini seringkali lebih menekankan pada relasi antara laki – laki dan perempuan di dalam ruang domestik (rumah tangga) (Young, 1992). Sebagai perempuan miskin yang menggantungkan hidupnya pada usaha-usaha skala mikro diperdesaan, relasi kekuasaan yang menekan kelompok perempuan tersebut tidak hanya datang dari laki-laki atau pun hanya didalam ruang domestik, tetapi penekanan terbesar justru datang dari struktur pasar. Perempuan miskin tidak hanya mengalami “kemiskinan” yang diakibatkan oleh struktur sosial yang menempatkan perempuan di bawah laki-laki, tetapi juga struktur sosial.

Dengan demikian pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan untuk mencapai kesejahteraan atau peningkatan taraf hidup penting dikedepankan. Dan dengan inipula nilai ekonomi selalu terkait dengan pemberdayaan masyarakat.

Daftar Pustaka

Akatiga, 2003. Perempuan, Kemiskinan Dan Pengambilan Keputusan Jurnal analisa sosial vol.8, no 2 oktober tahun 2003

Butir-butir Millennium Development Goals (MDGs) Target 1990-2015 untuk bangsa Indonesia

Projono, Onny S, 2006. “pemberdayaan :konsep, kebijakan dan implementasi”

Roem Patipasang, 2009. Film dokumenter ‘Perempuan Jawa’. Produksi Insist

Totok, Mardikanto. 2011.Presentasi tentang Penyuluhan ‘Pembangunan’. Presentasi ini diberikan saat kuliah matrikulasi program Penyuluhan (Pemberdayaan Masyarakat)


[1] Presentasi Pak Totok, diberikan saat kuliah matrikulasi.