Posts Tagged ‘kesetaraan jender’

Part 1

—————–

Aku makin tidak paham siapa engkau sebenarnya. Misterius… tapi mudah digapai dan dekat. Seolah semua yang kau ceritakan itu hanya ada ditelenovela atau novel yang masuk kategori best seller. Berawal dari rasa penasaranku akan munculnya mahkluk sepertimu diprogram kuliah ini. Rasanya tidak mungkin ada manusia macam kamu masuk dan tertarik mendalami program ini. Penampilanmu sangat tidak cocok berada disini. Program ini identik dengan kemiskinan. Program yang biasanya dijejali oleh orang-orang yang tidak terlahir sebagai “kelompok atas”, biasanya disebut degan kelompok menengah yang menjerumuskan diri dalam kerja-kerja sosial. Bukan berarti tidak doyan kekayaan. Ah…kalau masalah doyan tidaknya itu sangat relative.

Kembali kerasa penasaranku diawal kuliah. Kau sosok perempuan yang membuat perhatian semua orang didalam kelas. Semua mata memandangmu heran. Datang terlambat, jarang masuk saat matrikulasi (kuliah-kuliah awal) dan layaknya model (baik dandanan maupun gaya berjalanmu).aku perempuan

Aku pun tertawa geli dalam hati, ini benar mahasiswa kelas ini atau salah masuk ruang atau setiap kali kuliah sekalian akan mendatangi kondangan jadi dandannya sangat istimewa. Itu keheranan diawal-awal pertemuan. Dan makin heran lagi karena hampir semua dosen (yang sudah berlebel profesor) dengan mudah dan enteng menyebut namamu, seakan kamu adalah teman bermain mereka. Aku heran sekaligus salut “ada ya orang kayak kamu, siapa sih sebenarnya kamu”. Ini aku tidak sedang iri, bahkan aku ikut senang ada perempuan sepertimu. Sangat percaya diri dengan diri sendiri. Dan kalaupun nanti nilaimu jauh melesat diatas nilaiku karena dekat dengan dosen-dosen  aku juga tidak iri. Rasa iri dalam diriku sudah aku obral dan laku keras. Aku hanya penasaran siapa sih dirimu itu? Mahluk yang muncul dari manakah engkau?

Ruangan ini memang didominasi oleh perempuan apalagi angkatanmu, kita satu kelas hanya dimata kuliah tertentu. Tak heran juga teman-teman sekelasmu banyak yang iri akan kedekatamu dengan dosen. Oh…hampir lupa…sebenarnya ketenaranmu tidak berhenti didalam kelas. Kayaknya semua angkatan yang masih eksis digedung ini kenal denganmu, tak luput juga dosen-dosen diluar program kita. Untaian ketenaran itu semakin membuatku ingin tahu, siapa sih engkau????

Kembali kekeirian teman-teman kelasmu. Sekali lagi aku tidak heran, bagaimana tidak, engkau jadi artis dari generasi kegenerasi dan semua dosen digedung ini. (Hahahahhaa….) ingin rasanya tertawa setiap melihat ekspresi teman sekelasmu kalau sedang menatap tingkahmu. Sebatas yang aku tahu…engkau tidak punya teman dekat dikelas, ya…dimaklumi saja..karena engkau barang langka. Tapi bukan berarti engkau tidak punya teman. Semua orang adalah temanmu, kamu sapa setiap orang yang ada dijalan dan senyummu selalu menghiasi wajahmu yang tak pernah luput dari dandanan. Tepatnya kau tidak punya teman untuk curhat. Aku cuma nebak sih. Aku cukup diuntungkan karena beberapa mata kuliah mempertemukan kita. Mudah bagiku untuk semakin mengurai penasaranku siapa kau wahai perempuan. Setiap kali kita duduk berdekatan aku mencoba mengajakmu bercanda dan itu ternyata membuatmu mau diajak ngobrol. Ya syukurlah…kau masih normal mau diajak bercanda. Kita sangat asyik ngobrol, teman-teman sekelas kita sangat heran akan kedekatan kita. Padahal bagiku ngobrol dan bercanda adalah hal lumrah. Mereka saja yang enggan ngorbol denganmu kalau sedang duduk  berdampingan denganmu. Memilih diam dan seolah-olah memperhatikan dosen yang sedang mengajar (benar tidaknya akupun tidak berhak menghakimi).

Ini analisaku secara srampangan. Teman perempuan kita dalam satu kelas iri denganmu karena keberhasilanmu. Bagi mereka itu sebuah saingan atau kendala. Meskipun kita sama-sama perempuan, mereka lebih suka mengosipimu meski tidak tahu benar tidaknya. Dan aku tahu kau merasakan adanya gosip itu tapi tak kuasa untuk menghentikan gosip-gosip itu. Berbeda denganku, saking menyatunya diriku dengan isu perempuan semua perempuan adalah saudaraku apalagi gosip yang beredar sering bias gender. Jadi meskipun aku tidak kenal dan tidak tahu benar tidaknya gosip itu aku lebih senang membelamu. Singkatnya “jangan menilai buku dari sampulnya” . Kalau aku paham teori dan menghidupi isu perempuan itu bukan hal istimewa. Maka malah aneh jika aku ikut mengosip, dan parahnya ikut tertawa jika ada dosen yang membuat lelucon bias gender berawal dari kecantikan dan penampilanmu.

…….. bersambung ke part 2

perempuan rural "demi sesuap nasi"

Didalam kaidah pemberdayaan masyarakat selalu tidak bisa dilepaskan dengan pembangunan. Atau bisa dikatakan berbicara tentang pemberdayaan masyarakat pasti berbicara tentang pembangunan. Pembangunan adalah upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana, dilaksanakan terus-menerus oleh pemerintah bersama-sama segenap warga masyarakatnya  atau dilaksanakan oleh masyarakat dengan difasilitasi oleh pemerintah, dengan menggunakan teknologi yg terpilih, untuk memenuhi segala kebutuhan atau memecahkan masalah-masalah yang sedang dan akan dihadapi, demi tercapainya perbaikan  mutu-hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat dari suatu bangsa yang merencanakan / dan melaksanakan pembangunan  tersebut [1]. Dari pengertian tersebut dapat ditarik garis lurus didalam pembangunan ada pemberdayaan masyarakat yang didalamnya lagi ada nilai ekonomi yang hendak dicapai (lihat rangkain kata perbaikan mutu-hidup atau kesejahteraan).

Dalam tulisan ini pemberdayaan Masyarakat dikhususkan tentang pemebrdayaan perempuan. Pemberdayaan perempuan tidak bisa lepas dari nilai ekonomi lebih khusus lagi terkait program pemberdayaan ekonomi.  Friedmann, 1992:111 dalam buku “pemberdayaan :konsep, kebijakan dan implementasi” karangan Onny S.Prijono berpendapat  “the one who brings home the bacon also has outority, greater attributions, and greater freedom of action” (akses dan pengendalian atas pendapatan bagi perempuan merupakan hal yang penting karena menyangkut otonominya)

Kenapa tulisan ini ‘hanya sempit’ membahas tentang pemberdayaan perempuan dan ekonomi? Tidak lain dan tidak bukan karena permasalah makro harus diselesaikan secara mikro. Hal itu juga terkait dengan isu MDGs yang sedang dicita-citakan bangsa Indonesia. Mari kita lihat point-point MDGs.

 Millennium Development Goals (MDGs) Target 1990-2015

  1. Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan ekstrim.
  2. Tercapainya pendidikan dasar secara universal.
  3. Dikedepankannya kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
  4. Pengurangan kematian anak BALITA.
  5. Perbaikan kesehatan ibu.
  6. Peperangan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya.
  7. Kepastian keberlanjutan lingkungan.
  8. Pengembangan kemitraan global untuk pembangunan.

Dari butir-butir MDGs posisi pemberdayaan perempuan terletak dipoint tiga. Pada tataran implementasi pemberdayaan ini berkaitan langsung dengan pemberantasan kemiskinan yang berarti bisa mengurangi kematian balita dan perbaikan kesehatan ibu. Jangka pangjang dari MDGs ini adalah pembangunan. Seperti apa yang telah diuraikan oleh prof Totok, bahwa pembangunan tidak bisa dilepaskan dengan kesejahteraan. Begitu pula dengan rangkaian pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan ini.

Roem Patipasang dalam film dokumenternya tentang perempuan jawa mampu mengambarkan betapa terpinggirkannya perempuan. Dan semua peminggiran perempuan ini dibalut dalam nilai ekonomi karena terkait dengan kesejahteraan. Kesejahteraan perempuan tidak bisa berdiri sendiri. Seperti tujuan MDGs untuk meningkatkan taraf hidup perempuan, logikanya jika perempuan berdaya maka sisi kodrati perempuan yang berpotensi untuk hamil dan melahirkan akan lebih baik tingkatan taraf hidupnya. Dan itulah salah satu benang merah yang mengkaitkan antara perempuan, kesehatan ibu dan pengurangan kematian balita.

Disatu sisi wacana pemberdayaan ekonomi perempuan banyak masuk melalui program pemberdayaan perempuan yang secara khusus ditujukan untuk meningkatkan independensi perempuan, contohnya program-program kredit seperti Grameen Bank.Pendekatan yang digunakan dalam program-program pemberdayaan ini ditujukan untuk meningkatkan akses dan kontrol perempuan terhadap sumber daya ekonomi ditingkat rumah tangga (ruang domestik) dan di tingkat komunitas (ruang publik). Didalam wacana politik, pendekatan pembangunan berupaya melibatkan suara perempuan di dalam pengambilan keputusan di ruang publik.

Sekarang masuk ke sektor buruh, kita akan mendapati bahwa buruh di sektor formal merupakan kelompok yang paling banyak disentuh oleh wacana pemberdayaan, termasuk pemberdayaan buruh perempuan. Pengorganisasian buruh merupakan salah satu bukti nyata upaya formal pemberdayaan buruh yang bertujuan meningkatkankesejahteraan buruh melalui peningkatan posisi tawar dihadapan pemilik  modal dan pemerintah. Melihat bahwa buruh perempuan di sektor formal merupakan representasi nyata dari fenomena perempuan dan kerja yang seringkali dijadikan acuan untuk membahas masalah-masalah otonomi perempuan dalam pengambilan keputusan.

Konsep pengambilan keputusan dan relasi kekuasaan juga digunakan untuk menjelaskan ketidaksetaraan jender. Hanya saja, relasi kekuasaan di sini seringkali lebih menekankan pada relasi antara laki – laki dan perempuan di dalam ruang domestik (rumah tangga) (Young, 1992). Sebagai perempuan miskin yang menggantungkan hidupnya pada usaha-usaha skala mikro diperdesaan, relasi kekuasaan yang menekan kelompok perempuan tersebut tidak hanya datang dari laki-laki atau pun hanya didalam ruang domestik, tetapi penekanan terbesar justru datang dari struktur pasar. Perempuan miskin tidak hanya mengalami “kemiskinan” yang diakibatkan oleh struktur sosial yang menempatkan perempuan di bawah laki-laki, tetapi juga struktur sosial.

Dengan demikian pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan untuk mencapai kesejahteraan atau peningkatan taraf hidup penting dikedepankan. Dan dengan inipula nilai ekonomi selalu terkait dengan pemberdayaan masyarakat.

Daftar Pustaka

Akatiga, 2003. Perempuan, Kemiskinan Dan Pengambilan Keputusan Jurnal analisa sosial vol.8, no 2 oktober tahun 2003

Butir-butir Millennium Development Goals (MDGs) Target 1990-2015 untuk bangsa Indonesia

Projono, Onny S, 2006. “pemberdayaan :konsep, kebijakan dan implementasi”

Roem Patipasang, 2009. Film dokumenter ‘Perempuan Jawa’. Produksi Insist

Totok, Mardikanto. 2011.Presentasi tentang Penyuluhan ‘Pembangunan’. Presentasi ini diberikan saat kuliah matrikulasi program Penyuluhan (Pemberdayaan Masyarakat)


[1] Presentasi Pak Totok, diberikan saat kuliah matrikulasi.

semua boleh berpendapat

Tahun ini lebih dari 5 kali ikut mengisi ‘gender dan perkawinan’ bagi peserta kursus persiapan pernikahan. Materi gender tidak termasuk materi wajib yang harus diberikan oleh tim, kalau ada yang bisa memberi ya monggo kalau tidakpun juga tidak masalah.

Ringakasan kursus persiapan pernikahan untuk sesi gender adalah tak satupun peserta (24 orang atau 12 pasang) yang bisa memberikan penjelasan dengan benar (atau mendekati benar) apa itu gender. Peristiwa sepeti ini tidak hanya terjadi kemarin saja. Hampir setiap pertemuan, pemahaman tentang gender masih butuh perjuangan. Dunia boleh beda, jaman boleh maju, dan kata orang “sekarang sama kok semuanya. Tidak perempuan maupun laki-laki, jadi tidak perlu dipermasalahkan”.  

Mari meraba-raba kehidupan. Bagiku, “tidak semua orang harus bisa menjelaskan apa itu gender,…”. Tapi kalimat itu tidak hanya berhenti disitu saja. Lanjutannya “Kalau memang tidak pernah ada masalah yang ditimbulkan dari ketidaksetaraan gender tersebut (atau  disebabkan dari ketidakpahaman apa itu gender)”.

Peryataan serupa hampir sama dengan bahan diskusi pembuka materi gender “Hai istri-istri tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan. Karena suami adalah kepala istri seperti Kristus adalah kepala Gereja” Eff 5: 22-23

Pertanyaan buat calon istri (perempuan) “anda setuju 100% tidak dengan isi ayat tersebut?”

Pro dan kontra itu hal biasa bukan? Sehingga ada yang setuju 100% tanpa tedeng aleng-aleng dan ada yang cukup diplomatis menjawabnya “tunduk dalam hal  apa dulu, kalau tidak baik kenapa harus tunduk”.

Dan seperti biasa ada pihak laki-laki yang bersemangat menjawab (padahal pertanyaan ini untuk perempuan loh) “ya harus setuju dong, itukan ada dikitab suci harus diikuti”. Perdebatan yang menyenangkan, mending ‘bertengkar’ sekarang ketimbang nanti setelah menikah.

Secuil ayat kitab suci tersebut banyak makna yang bisa diartikan sendiri-sendiri oleh siapapun. Ruang ini untuk diskusi, silahkan berkomunikasi dengan  baik dan benar. Karena komunikasi yang tepat itu menjadi kunci berkeluarga.

Lalu bagaimana dengan ayat ini wahai laki-laki “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya”Ef 5:25

Silakan lanjutkan diskusi anda.

perempuan dan laki-laki

Kabupaten Klaten menduduki tangga kedua setelah Solo terkait kasus HIV AIDS. Kompleksitas permasalahan HIV AIDS tidak hanya berhenti sebagai kasus luar biasa karena belum ada obatnya atau sebagai penyakit yang sangat berbahaya. Salah satu sisi yang menjadi perhatian permasalahan perempuan dan HIV AIDS adalah kesehatan reproduksi. Kesetaraan gender, HIV AIDS dan kesehatan reproduksi merupakan isu utama yang akan dicapai bangsa Indonesia untuk mencapai MDGs (Millenium Development Goals).  

Selain menjadi impian pencapaian MDGs, Indonesia telah meratifikasi Convention on the Elemination of all forms of Discrimination against Women (CEDAW) lebih dari 26 tahun lalu melalui UU No. 7 tahun 1984. Namun sampai saat ini berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan masih terus terjadi, apalagi dalam hal perlindungan dan pemenuhan hak atas kesehatan perempuan. Selain itu, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi internasional tentang hak sipil dan politik melalui Undang-undang No 11 dan 12 tahun 2005. Melalui konvensi tentang hak ekonomi social dan budaya, Indonesia seharusnya mengupayakan standar kesehatan tertinggi termasuk bagi perempuan dan anak, sesuai pasal 12 konvensi ini.

Kemajuan-kemajuan yang seharusnya dicapai untuk upaya peningkatan derajat kemanusiaan pada kenyataannya justru banyak mengalami kemunduran dalam beberapa hal. Misalnya dalam kesehatan reproduksi yang tidak secara tegas memberikan larangan pada sunat perempuan. Kebijakan pemerintah yang mengenai hal ini adalah Peraturan Menteri Kesehatan No 1636/Menkes/PER/XI/2010. Padahal diketahui, praktek penyunatan perempuan yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia telah memberikan dampak psikologis dan fisik yang berat bagi anak-anak perempuan.

Kembali ke isu HIV AIDS dikabupaten Klaten. SPEK-HAM mendapat laporan adanya “pengucilan terhadap korban terduga HIV AIDS disuatu desa”. Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan home visit dan kerjasama dengan KPA Klaten agar membantu menyadarkan masyarakat terkait isu HIV AIDS. Hasil dari home visit dan assessment dimasyarakat sangat menarik.  Didesa tersebut, sebelum kasus HIV AIDS yang ini sudah ada korban sebelumnya dan sudah ada yang meninggal dunia. SPEK-HAM bekerjasama dengan dengan bidan desa untuk mengali lebih dalam dan mencoba mencari jalan terbaik.

Hasil temuan lain, masyarakat mengganggap hal sepele tentang arti sebuah perselingkungan antar tetangga. Kebetulan korban adalah janda muda yang ditelantarkan suaminya dan harus bersusah payah menjadi tulanggpunggung ekonomi keluarga. Sehingga hubungan korban dengan banyak lelaki yang adalah tetangganya sendiri dianggap hal lumrah. Tidak ada tindakan tegas terhadap kasus perselingkungan apalagi tersembunyi. Dan kebiasaan itu hampir merata disemua daerah. Indikasi prilaku tersebut menjadi awal korban terkena HIV AIDS. Disatu sisi lelaki-lelaki tersebut mempunyai pasangan masing-masing dan masih aktif berhubungan seksual dengan pasangannya tersebut. Perilaku yang rentan tersebut sangat memungkinkan HIV AIDS tidak mudah untuk dihentikan begitu saja. Korban selanjutnya adalah pasangan dari lelaki-lekaki tersebut. Ketiadakpahaman istri dan tidak adanya akses informasi serta minimnya dukungan layanan kesehatan reproduksi yang memadahi membuat kesehatan reproduski perempuan menjadi rentan. Kasus inipun menjadi panjang takala pasangan tersebut mempunyai anak.

Temuan masyarakat tersebut menjadi ‘harta berharga’untuk menjadi pintu masuk menyejahterahkan masyarakat dan sudah diamanatkan oleh UUD. Memberdayakan masyarakat khsususnya perempuan menjadi penting dan mendesak untuk dilakukan. Pemberdayaan perempuan melalui isu kesehatan reproduksi patut  untuk diperjuangkan. Melihat kebiasaan dan perilaku masyarakat seperti temuan diatas sangat tidak bijaksana jika tidak ada langkah nyata. Berawal dari mendekatkan dan meningka

Pita Merah *HIV AIDS*

tkan akses informasi terkait kesehatan reproduski kebutuhan untuk usaha preventifpun dapat dilakukan. Akses informasi yang mampu menyadarkan masyarakat dan didukung oleh fasilitas pemerintah kan mampu mencapai target MDGs. Kesadaran masyarakat bisa berupa VCT, konsultasi pasangan, papsmear dll. Semua rangkaian tersebut harus dibalut dengan membuka perspektif, meningkatkan kapasitas diri dan keberpihakan pada kesetaraan gender.

“Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapatMu tentang hal ini??

“Barang siapa diantara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan ini”  (Yoh 7 :53-8:11)

 

Kalau saya membaca atau mendengar penggalan singkat ayat tentang perempuan yang berzina ini terkadang pikiran saya jadi mikir yang enggak-enggak. Kira-kira begini pikiran saya “kemana ya..larinya si laki-laki yang tentunya juga menjadi actor perzinaan tersebut ?!. Tukang grebeknya ko sampai kehilangan jejak sih. Mungkin si perempuan tidak cekatan larinya hingga ketangkep. Atau si laki-laki menyuap si tukang grebek, tapi bisa jadi karena yang grebek laki-laki ada brotherhood yang terbangun sehingga dilepaskan si pelaku laki-laki. Nah lebih parahnya saya berpikir, mungkin si perempuan tidak mau melayani si tukang ngrebek secara gratisan kalau mau lepas dari jeratan hukum adat. Apapun alasan itu ko hati saya tidak terima ya…kenapa hanya perempuan yang ditangkap, sekali lagi kemana si laki-laki itu. Bukankan sebuah perzinahan orang dewasa (bukan pikirannya tapi umurnya atau lebih tepatnya tua) dilakukan karena ada kesepakatan dua pihak, beda dengan pelecehan atau pemerkosaan tentunya.”

Coba baca lagi  “hukum taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian” ko tidak ada kalimat yang begini “hukum taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan dan laki-laki yang demikian” Ah…perempuan…

Hukum taurat sudah berabad-abad umurnya dan banyak perubahan yang baik. Tapi ko ya cara berpikir taurat masih saja ada sampai sekarang, diabad yang sangat canggih ini. Bukankah cara berpikir ikut menentukan tidakan yang diambil? Saya pernah ngisi sebuah seminar akhir tahun 2009 tentang perdagangan manusia, dalam seminar tersebut ada peserta yang berpendapat “perselingkuhan  tidak akan terjadi jika para perempuan mampu menahan nafsu”. Lagi-lagi perempuan menjadi sasaran empuk kambing hitam. Dan saya menjawab “kenapa harus perempuan yang menahan nafsu? Bukankah laki-laki juga berkewajiban menahannya?” Ah…perempuan….

Ada dua hal mendasar kenapa saya menulis tentang perempuan, yang pertama bulan April terkenal dengan “KARTINI” dan kedua bulan mei terkenal dengan “MARIA” dua sosok perempuan yang luar biasa hebatnya.

Masih segar ingatan kita tentang KARTINI, karena bulan kemarin semua anak SD di Kabupaten Klaten sibuk menyiapkan baju yang kita sebut KEBAYA. Dulu, pertama kali saya belajar sejarah dan mengenal pahlawan dengan nama KARTINI karena emansipasi perempuan atau tulisannya “Habis gelap terbitlah terang”. Tapi kenapa setiap peringatan KARTINI bukan dua hal itu yang menonjol? Aku ini aneh-aneh saja, wong ya sudah tahu jawabannya ko ya masih saja tanya. Kartini lahir di jawa identik dengan kebaya, kalau lahir di Sumatera ya baju bodo nah kalau lahir di Papua pastinya pake koteka. Kartini, emansipasi perempuan dan kebaya. Mungkin disononya kartini mengelus dada “kok ya ..perjuangan  yang begitu berat hingga diusia muda harus meninggal, hanya sebatas dinilai dengan kebaya. Anak cucuku perempuan masih saja disibukan dengan berhias diri untuk memuaskan mata orang memandang hingga riasannya tidak boleh jelek apalagi murah. Mbok hiyao memikirkan angka buta huruf yang masih tinggi disandang oleh perempuan atau angka kematian ibu yang masih tinggi atau lainnya yang lebih penting dan mendesak begitu. Kalau alasanya melestarikan budaya kenapa tidak dicarikan hari khusus saja. Seperti hari batik pada tanggal 2 okt tahun lalu, serempak ada gerakan menggunakan batik.” Ah perempuan….

Sekarang berpindah pada bulan mei bulan MARIA. Bulan mei identik dengan bulan rosario, doa yang paling banyak digemari oleh umat Katolik. Karena doanya cukup singkat, gampang dan bisa berpiknik sambil berziarah ehm…berziarah sambil berpiknik ko ya. Saya tidak akan menulis banyak tentang hal ini karena sudah banyak ahlinya. Meski sosok Bunda Maria adalah sosok perempuan yang tangguh, jarang kita melihat maria sebagai sosok perempuan tentu berbeda jika dilihat Maria sebagai sosok seorang ibu. “Perempuan dan laki-laki itu sudah sama dimata gereja” begitulah kita menganggapnya “lihat saja siapa yang rajin sembayangan, perempuan kan?”. Kesetaraan tidak sebatas siapa yang paling banyak terlibat digereja atau sembayangan karena ada banyak dimensi yang menyertainya. Bagaimana dengan ini?

Komisi Perempuan dari Asosiasi Teolog Dunia Ketiga (EATWOT Women Commission) mengindentifikasi adanya 7 tema yang perlu dikritisi dalam kacamata teologi feminis dunia ketiga, sebagai berikut:[1]

1.    Bahasa Allah : pemahaman tentang Allah seharusnya dari seluruh pandangan manusia secara utuh, tidak hanya maskulin saja. Pandangan Allah yang dipersonifikasikan sebagai Bapa, tidak riil bagi setiap manusia.

2.    Kosmologi dan Ciptaan : membutuhkan tinjauan kritis terkait dengan pandangan androsentris (mitos perempuan yang berasal dari tulang rusuk laki-laki sehingga perempuan dianggap sebagai manusia kedua) mengenai manusia dan lingkungan alam.

3.    Kristologi : perlu dipertanyakan mengapa gelar Kristus pada Yesus dikaitkan dengan kelaki-lakian Yesus, padahal paradigma yang diajarkan Yesus membebaskan seluruh manusia tanpa diskriminasi. Yesus dan Kristus merupakan dua sisi dari satu mata uang, maka dapat dipandang secara terpisah.

4.    Antropologi : penting dipertanyakan relasi hirarkhis dan konsep komplementer antara laki-laki dan perempuan (konsep tulang rusuk di atas).

5.    Penebusan : perlu analitis kritis ke dalam setiap diri manusia. Penebusan Yesus diperuntukkan bagi setiap pribadi. Yesus membebaskan setiap pribadi dari dosa struktural (dosa akibat konstruksi sosial budaya/ gender patriakis).

6.    Komunitas murid Yesus dan Karya Pastoral : penting dipertanyakan tentang pembagian wewenang (kuasa) dan tugas antara laki-laki dan perempuan dalam Gereja dan dalam menjalankan utusan atau melanjutkan karya penyelamatan Yesus Kristus.

7.    Ritus dan Ibadah : sebagai sarana memperdalam iman, diperlukan kreativitas, tidak membosankan dan digunakan simbol-simbol yang membebaskan, sehingga mampu memberi santapan rohani bagi semua umat tanpa tekanan dan diskriminasi.

Gereja (dari kelompok hingga Vatikan) patut menanggapi tuntutan kesetaraan yang sejati karena semua adalah pengikut Yesus. Menjadi tugas kita besama yang mengaku beriman untuk mewujudkanya. Semoga…

[1] Tema-tema ini disampaikan oleh Frater V. Haryanto Soedjatmiko, M. Th

dalam diskusi Gender dan Agama yang diselenggarakan SPEK-HAM pada tanggal 12 februari 2010 dan diperoleh dari catatan kecil Agustine Prasetyo Murniati, seorang dosen mata kuliah teologi feminis Universitas Sanata Dharma, pada salah satu perkuliahan yang beliau sampaikan beberapa waktu lalu.

 CEDAW pasal 12 ayat (2) negara-negara peserta wajib menjamin kepada perempuan pelayanan yang layak berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan masa sesudah persalinan, dengan memberikan pelayanan cuma-cuma dimana perlu, serta pemberian makanan bergizi yang cukup selama kehamilan dan masa menyusui”

Masihkah perempuan Klaten terdiskriminasikan? Jawabannya bisa iya bisa juga tidak. Jawabannya masih diruang abu-abu. Program pengarusutamaan gender sudah sangat ‘familiar’ ditingkatkan birokrasi (baca :pemerintah). Apakah ke’familiar’annya itu berbanding lurus dengan usaha dan hasil dari ‘kesetaraan gender’? inipun tidak ada yang menjaminnya. Meski begitu, kantor PPKB bagian pemberdayaan perempuan yang dipimpin Bp Giyanto berusaha memenuhi salah satu kewajibannya sebagai tangan panjang ‘negara’ yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa (mempromosikan HAM). Acara dalam bentuk diskusi ini sudah berjalan dua kali, yang pertama tanggal 23 juni dan kedua tanggal 23 agustsu 2011.

Pertemuan pertama membahas tentang partisipasi perempuan. Pertemuan kedua bertemakan ‘kesehatan adalah hak asasi manusia’. Peserta diskusi sangat berharap pemerintah (dalam hal ini PPKB) memprogramkan acara serupa secara rutin dan juga ditingkat desa, karena sangat besar manfaatnya bagi perempuan. “Maturnuwun, acara ini sangat bermanfaat. Saya menjadi paham akan kebutuhan perempuan”  komentar salah satu peserta.  Hasil dari pertemuan pertama tidak hanya menjadi kekayaan pribadi peserta. Beberapa peserta mensosialisakan diPKK atau kelompoknya masing-masing. Gerakan-gerakan perempuan dibasis sangat penting untuk didukung.

Tema ‘kesehatan adalah hak asasi manusia’ masih dibutuhkan meski sudah bukan isu baru lagi. Dari hasil diskusi, peserta masih belum paham tentang VCT, Iva test dan “pernak-pernik IMS”. Logikanya, bagaimana mereka akan memperjuangkan kebutuhan dasar (kesehatan) masuk dalam program-program desa jika ‘pejuang-pejuang’ ditingkatan basis ini tidak pernah dicerdaskan sebelumnya? Ini waktunya untuk cerdas bersama-sama.

Program pemerintah untuk jampersal (jaminan persalinan)pun masih butuh advokasi agar mampu menjalankan amanat UU kesehatan (bertolak dari CEDAW). Bahwa perlindungan kesehatan reproduksi itu mulai remaja dan adanya jaminan makanan bergizi disemua tahapannya.

Untuk perjuangan tersebut bangsa ini membutuhkan ‘gerakan-gerakan social secara bersama-sama’ dari tingkat dasar (PKK desa, dasa wisma, posyandu atau kelompok-kelompok masyarakat lain) dan dilandasi pantang menyerah. Mari bergandeng tangan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.